Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Kamis, 19 Juni 2014

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS ESENFALITIS

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Meningitis Ensefalitis merupakan penyakit yang menyerang system saraf.Kebanyakan penyakit ini menyerang pada anak-anak. Banyak yang tidak mengetahui sesungguhnya kedua penyakit ini berbeda meskipun sebenarnya mirip.
Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran,bahkan kematian. Kebanyakan ksus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme,seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,seperti meningitis,atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis,malaria,atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang system kekebalan tubuhnya kurang. Kerysakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.
1.2              Rumusan Masalah
  1. Bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
  2. Apakakah diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
  3. Bagaimana perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
  4. Bagaimana evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
1.3       Tujuan
  1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
  2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
  3. Mengimplementasikan perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
  4. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis        
1.4       Manfaat
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.






BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 MENINGITIS
2.1.1 Definisi
   Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

2.1.2 Etiologi
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
  1. Otitis media
  2. Pneumonia
  3. Sinusitis
  4. Sickle cell anemia
  5. Fraktur cranial, trauma otak
  6. Operasi spinal
  7. Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium
  1. Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :
    1. Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges → pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial → edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe ↑ TIK
    2. Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
  2. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) → gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak → hodrosefalus
  3. Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

2.1.3  Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
  1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
  2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
  3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
  4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
  5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri
  6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
  7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
  8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
  9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
  10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus
Tanda dan gejala meningitis secara khusus:
  1. Anak dan Remaja
a)      Demam
b)     Mengigil
c)      Sakit kepala
d)     Muntah
e)      Perubahan pada sensorium
f)      Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
g)     Peka rangsang
h)     Agitasi
i)       Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI))
,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
  1. Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
a)      Demam
b)     Muntah
c)      Peka rangsang yang nyata
d)     Sering  kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
e)      Fontanel menonjol.
3.Neonatus:
a)      Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti
b)     Menolak untuk makan.
c)      Kemampuan menghisap menurun.
d)     Muntah atau diare.
e)      Tonus buruk.
f)      Kurang gerakan.
g)     Menangis buruk.
h)     Leher biasanya lemas.
i)       Tanda-tanda non-spesifik:
j)       Hipothermia atau demam.
k)     Peka rangsang.
l)       Mengantuk.
m)   Kejang.
n)     Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
  • o)     Sianosis.
p)     Penurunan berat badan.

2.1.4 Pathofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.
gambar



2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..
  1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
  2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.

Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Glukosa serum: meningkat (meningitis)
LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
Elektrolit darah: Abnormal
ESR/LED: meningkat pada meningitis
MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial
Arteriografi karotis : Letak abses

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.


2.1.7 Penatalaksanaan
Farmakologis
a.  Obat anti inflamasi :
1)  Meningitis tuberkulosa :
  1. Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24  jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 ½ tahun.
  2. Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
  3. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
2)  Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a)  Sefalosporin generasi ke 3
b)  ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
c)  Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3)  Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a)  Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b)  Sefalosforin generasi ke 3.
b.  Pengobatan simtomatis :
1)  Diazepam  IV : 0.2  –  0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4  –  0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2)  Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3)  Turunkan panas :
a)  Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b)  Kompres air PAM atau es
c.  Pengobatan suportif :
1)  Cairan intravena.
2)  Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
Perawatan
a.  Pada waktu kejang
1)  Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2)  Hisap lender
3)  Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
4)  Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b.  Bila penderita tidak sadar lama.
1)  Beri makanan melalui sonda.
2)  Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin.
3)  Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.
c.  Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
      Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
d.  Pemantauan ketat.
1)  Tekanan darah
2)  Respirasi
3)  Nadi
4)  Produksi air kemih

5)  Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Disini