Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Rabu, 21 Mei 2014

PARTUS LAMA



BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia karena seperti kita ketahui bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun, karenanya kasus-kasus partus lama masih banyak dijumpai, dan keadaan ini memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak yang paling ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus lama. Dimana bila suatu persalinan berlangsung lama maka dapat menimbulkan komplikasi – komplikasi baik terhadap Ibu maupun terhadap anak dan dapat meningkatkan angka kematian Ibu dan anak.
Oleh karena itu diharapkan dngan adanya pembahasan tentang partus lama ini, angka kematian ibu dan janin dapat berkurang.
1.2   Tujuan
1.2.1  Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada Ibu dengan prolong fase aktif.
1.2.2        Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian pada ibu bersalin dengan prolong fase aktif
2.      Mahasiswa dapat menentukan diagnosa pada ibu bersalin dengan prolong fase aktif
3.      Mahasiswa dapat menentukan diagnosa potensial pada ibu bersalin dengan prolong fase aktif
4.      Mahasiswa dapat menentukan  rencana pada ibu bersalin dengan prolong fase aktif
5.      Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan prolong fase aktif
6.      Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada ibu bersalin dengan prolong fase aktif
BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Definisi
Partus lama :   Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebihdari 18 jam pada multi (maternal neonatal).
Partus lama  :   partus yang melebihi batas waktu partus normal
(phantom,FKU. Unair,hal: 154).
B. Masalah
-     Fase laten lebih dari 8 jam
-     Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir.
-     Dilatasi serviks dikanan gans waspada pada persalinan fase aktif
C. Etiologi
Sebab-sebab terjadiya partum lama ini adalah multi komplek dan tentunya saja tergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan yang baik dan pelaksanaannya.
Faktor-faktor penyebab adalah antara lain:
-     Kelainan letak janin
-     Kelainan-kelainan panggul
-     Kelainan his
-     Pimpinan partus yang  salah
-     Janin besar atau ada kelainan kongeital
-     Primitua
-     Perut gantung grande multi
-     Ketuban pecah dini
D.  Gejala Klinik
Ø  Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat didaerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.(maternal neonatal )

Ø  Pada janin
-   Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
-   Kaput succedaneum yang besar.
-   Moulage kepala yang hebat.
-   Kematian janin dalam kandungan.
-   Kematian janin intra partal.
            .(sinopsis obsetri jilid 1, hal 385)
E.  Penanganan Umum
-     Nilai secara cepat keadaan umum wanita hamil tersebut termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya.
      Apakah ada masalah medik lain/hal yang mengancam jiwanya?
Apakah ibu kesakitan? Gelisah? Jika ya pertimbangan pemberian analgetik.
-     Tentukan apakah pasien berada dalam persalinan?
Tentukan keadaan janin.
-     Periksa denyut jantung janin selama atau segera sesudah his. Hitung frekuensinya sekurang-kurangnya sekali dalam 30menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama kala II.
·         Jika terdapat gawat janin, lakukan seksio sesarea, kecuali jika syarat nya dipenuhi, lakukan ekstraksi vakum atau forceps.
-     Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan  atau bercampur darah, pikirkan kemungkinan gawat janin.
-     Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang mungkin menyebabkan gawat janin
Perbaiki keadaan umum dengan
·         Memberikan dukungan emosi. Bila keadaan masih memungkinkan anjurkan bebas bergerak, duduk dengan posisi yang berubah (sesuaikan dengan penanganan persalinan normal).
·         Berikan cairan baik secara oral atau parental dan upayakan buang air kecil (hanya perlu katensasi bila memang diperlukan).
-     Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berikan analgetik, tramadol/pethidin 25 mg dinaikkan sampai maksimum 1 mg/kg atau  morfin 10 mg 1M – lakukan pemeriksaan vaginal untuk menentukan kala persalinan.Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
F.   Penilaian Klinik
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh:
-     his tidak efisien (adekuat)
-     faktor janin (mal presetasi malposisi, janin besar).
-     faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor).
G.  Diagnosis Kelainan Partus Lama
Tanda + gejala klinis
Diagnosis
-   Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3cm) tidak didapatkan kontraksi uterus.
-   Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam inpartu.
-   Pembukaan serviks melewati garis waspada partograf.
  • Frekuensi + lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit+ kurang dari 40 detik
  • Secondary arrest of dilatation atau arest of descent.
  • Secondary arrest of dilation + bagian terendah dengan caput, terdapat molase hipat, edema Servik, tanda ruptura uteri imminens, fetal dan maternal distress.
  • Kelainan presentasi (selain serviks)
  • Pembukaan servik lengkap dan ingin mengedan, tetapi tak tidak ada kemajuan penurunan.
-   Belum inpartu, fase labor.
-   Prolonged latent phase


-   Insersi uteri

-          Disproporsi sefalopelvik

-   Obstruksi



-             Malprestasi
-             Kala II lama (prolonged secondstage)


F. Partus lama dapat merupakan:
a)      Prolonged latent phase :
·         Multigravida : >12 – 14 jam
·         Primigravida : > 18 – 20 jam.
b)      Protacted active phase :
·         Pembukaan cervik maju, tetapi lambat
·         Persalinan dapat di tunggu
·         nullipara : < 1,2 cm/jam
multipara : <1,5 cm/jam
                  prolonged second stage.
Ø  Pembukaan cervik lengkap
Ø  1 jam kemudian tak ada kemajuan
c) secondary arrest :
Ø  pembukaan cervik tidak ada kemajuan dengan pemeriksaan vaginal toucher 2X dangan interval 2jam.
G. Batasan Waktu Persalinan
Fase
Primipara
Multipara
- fase laten
- fase aktif
     akselerasi
akselerasi maksimal
     deselerasi
     normal
     kala II
     kala III
8,6 – 20,6 jam
3 – 12 jam
2 jam
3cm – 1,2cm/jam
54menit – 3 jam
13 jam
1,5 jam
6 – 15 jam
5,3 – 14 jam
2 – 5 jam
1 jam
6cm – 1,5cm/jam
14 – 53 menit
7 jam
0,5 jam
sdd

Cara penanganan
·         Fase labor (persalinan palsu / belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang periksa adanya infeksi saluran kencing, ketuban pecah dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
·         Prolonged laten phase (fase laten yang menunjang)
Bila his berhenti disebut persalinan palsu / belum inpartu. Bilamana kontraksi makin teratur dan pembukaan bertambah sampai 3 cm, pasien kita sebut masuk fase laten.
·         Kekeliruan melakukan diagnosis persalinan palsu menjadi fase latent menyebabkan pemberian induksi yang tidak perlu yang biasanya sering gagal. Hal ini menyebabkan tindakan operasi secara cesaria yang kurang perlu dan sering menyebabkan amnionitis.(maternal neonatal)

Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada kemajuan lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan pemeriksaan servik.
·         Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks, serta tak didapatkan tanda gawat janin kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
·         Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks, dilakukan drip oxcitocin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (/Na Cl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes permenit) atau diberikan preparat prostag landin. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakuan pemberian oxcitocin lakukan SC.
·         Pada daerah prevalensi tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap utuh selama pemberian oxcitocin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penularan HIV.
·         Bila didapatkan benda amnionitis berikan induksi sehingga oxcitocin 5 unit dalam 500 cc dekstrose / NaCl mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes permenit) / diberikan prepart prostaglandin serta obati infeksi dengan amphicillin sebagai dosis awal + 1 gr IV setiap 6 jam dan gentamicin 2 x 80 mg.
Ø  Prolonged aktife fase (fase aktif yang memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD/adanya obstruksi:
v  Berikan penanggulangan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
v  Bila ketuban intak pecahkan ketuban
Bila kecepatan pembukaan servik pada waktu fase aktif kurang dari         1 cm/jam lakukan penilaian kontraksi uterusnya.
¨      Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lama lebih dari 40 detik) pertimbangkan adanya CPD, obstruksi, malposisi/mal presentasi.
¨      Disproporsi sefalopelvik (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar/pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara penilaian pervis yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan. (trial of labor). Kegunaan pelvimetri klinis terbatas.
-   Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC.
-   Bila bayi mati lakukan kraniotonomi (Bila tidak mungkin lakukan SC).
¨      Obstruksi (Partus macet)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi
-   Bayi hidup lahirkan dengan SC
-   Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi / embriotomi

v  Kontraksi Uterus tidak adekuat (Inersia Uteri)
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi atau obstruksi bila disingkirkan penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Pada multigravida kontraksi uterus yang tidak adekuat lebih kurang didapatkan dibanding dengan pada primigravida sehingga lakukan evaluasi lebih dahulu apakah bisa menyingkirkan faktor disproporsi sebelum melakukan tindakan okitosin dnp pada multigravida
-          Lakukan induksi dengan oksitosin  unit dalam 500cc detrose / NaCI.
-          Evaluasi langsung dengan pemeriksaan Vagina setiap 4 jam.
§  Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan SC.
§  Bila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam
v  Kala II memanjang (Prolonged eksplusif phase)
Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta maka dan itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan mengedan dan menahan nafas yang terlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ bradikardi yang lama mungkin terjadi lilitan tali pusat, dalam hal ini lakukan tindakan ekstraksi Vakum atau Forsep bila syarat memenuhi:
o   Bila md presentasi dan obstrksi bisa disingkirkan, berikan oksitosin drip
o   Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan, dalam 1 jam, lahirkan dengan bantuan vakum/forcep bila persyaratan terpenuhi
o   Lahirkan dengan SC bila persyaratan vakum dan forsep tidak dipenuhi.

LAPORAN PENDAHULUAN POST SC



BAB II
LANDASAN TEORI

A.   PENGERTIAN
1.      Istilah Sectio Caesarea berasal dari perkataan latin caedera yang artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex regia) dan emporer’s law (lex Caesare) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus keluarkan dari dalam rahim (Mochtar, 1998).
2.      Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. (Muchtar, 1998).
3.      Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dindina rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohadjo, 2002).
B.   ETIOLOGI

  1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
  1. Panggul sempit
  1. Disporporsi sefalo pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala
  1. R
  2. uptur uteri mengancam
  1. Partus lama
  1. Partus macet
  1.  Distosia serviks
  1. pernah seksio sesaria
  1. Malpresentasi jenin :
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal), indikasi Sectio Caesarea adalah :


Penatalaksaan medis post-op Sectio Caesarea secara singkat :
Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, EGC, Jakarta.

Holmel mengambil batas terendah untuk melahirkan vas naturalis ialah CV= 8 cm panggul dengan CV= 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seiso sesaria. CV antara 8-10 cm dicoba dengan partus percobaan baru setelah gagal dilakukan seksio sesaria sekunder.
a)    Letak lintang
b)    Letak bokong
c)    Presentasi dahi dan muka
d)    Presentasi rangkap
e)    Gemeli
C.   JENIS-JENIS SECTIO CAESAREA
1.    Sectio Caesarea Transperitoneal
a.    Sectio Caesarea Klasik atau Korporal
yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga memungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.
b.    Sectio Caesarea Ismika atau Profunda
yaitu dengan melakukan sayatan/insisi melintang dari kiri kekanan pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.
2.    Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka
 kavum abdominal. (Mochtar,1998)
D.    INDIKASI
1)    Indikasi ibu
a.  Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
b.  Disfungsi Uterus
c.  Distosia Jaringan Lunak
d.  Plasenta Previa.
2)    Indikasi Anak
a.  Janin besar
b.  Gawat janin
c.   Letak Lintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku Obstetri Operatif adalah :
a.    Sectio sesarea ke III
b.    Tumor yang menhhalangi jalan lahir
c.Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico
d.    Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.
E.   KOMPLIKASI
a.    Pada Ibu
a)    Infeksi Puerperalis/nifas bias terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik.
b)    Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan terluka pada saat operasi
c)    Trauma kandung kemih akbat kandung kemih yang terpotong saat melakukan sectio caesarea
d)    Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami pembedahan pada didind rahim insisi yang dibuat menciptakan garis kelemahan yang sangat berisiko untuk rupture pada persalinan berikutnya.
b.    Pada Bayi
a)    Hipoksia
b)    Depresi pernafasan
c)    Sindrom gawat pernafasan
d)    Truma persalinan
F.      NASEHAT PADA POST OPERASI SC
a)    Dianjurkan jangan hamil selama itu, dengan memakai kontrasepsi.
b)    Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c)    Dianjurkan untuk bersalin  di rumah sakit yang besar.
d)    Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea tergantung pada indikasi seksio sesarea dan keadaan kehamilan berikutnya.
G.   PENATALAKSAAN
a)    Awasi TTV sampai pasien sadar
b)    Pemberian cairan dan diit
c)    Atasi nyeri yang ada
d)    Mobilisasi secara dini dan bertahap
e)    Kateterisasi
f)     Jaga kebersihan luka operasi dan Perawatan luka insisi
g)    Berikan obat antibiotic dan analgetik (Muchtar R, 1998).
h)   Tempat perawatan pasca bedah













DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Cetakan I.jakarta:EGC
Mochtar, 1990. Obstetri Fisiologi (kin Obstetri Patologi, Jilid I, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Sarwono P. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,  Jakarta:





Cari Disini