BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak adalah suatu
lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk
massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan
patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa
tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala
klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa
tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari
masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan
destruksi dari jaringan otak.
Jumlah penderita kanker
otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per
tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan
bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang
adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan
umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor
susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh,
dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.
Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada
usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.
Tumor otak terjadi karena
adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada
daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak
jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan
neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial).
Hal ini ditandai dengan nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema. Penyebab
dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa
agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent
tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi
immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat
sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979;
Larson, 1980; Adams dan Maurice, 1977; Merrit, 1979).
Untuk Penatalaksanaan tumor
otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health, ukuran
tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain:
pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk
membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta
mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga
intervensi yang harus diberikan.
1.2 Rumusan
Masalah
- Apa definisi dari tumor otak?
- Apa manifestasi klinis dari
tumor otak?
- Bagaimana etiologi dari tumor
otak?
- Bagaimana patofisiologi dari
tumor otak?
- Apa saja pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada penderita tumor otak?
- Bagaimana penatalaksanaan dari
tumor otak?
- Apa saja komplikasi dari
tumor otak?
- Bagaimana prognosis dari tumor
otak?
- Bagaimana woc (web of caution)
dari tumor otak?
10. Bagaimana asuhan
keperawatan yang harus dilakukan pada penderita tumor otak?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tumor otak.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui dan memahami
definisi tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
manifestasi klinis dari tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
etiologi/ faktor pencetus tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
patofisiologi tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
pemeriksaan penunjang pada tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
penatalaksanaan klien dengan tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
komplikasi dari tumor otak.
- Mengetahui dan memahami
prognosis dari tumor otak.
- Mengetahui dan memahami WOC
tumor otsk.
10. Menjelaskan
asuhan keperawatan pasien dengan tumor otak.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini,
diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan tumor otak, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah
terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun
ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995:
1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru,
payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer.
SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK
) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal (CSS)
dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK)
dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini
tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang
meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari
rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun
oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume
ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal
volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan
terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal
pernapasan dan gagal jantung serta kematian.
2.2 Klasifikasi Tumor Otak
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Berdasarkan Jenis
Tumor
a. Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi
jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien
usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki.
Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap
isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
- Astrocytoma (grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul
sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara
klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat
peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang
paling bersifat kemosensitif.
- Apendymoma
Tumor ganas yang jarang
terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel.
Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian
fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada
dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan
kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor.
Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
2.2.2 Berdasarkan Lokasi
a. Tumor Supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi
:
- Glioma :
i) Glioblastoma multiforme
Tumor ini
dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan
sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
ii) Astroscytoma
iii) Oligodendroglioma
Merupakan lesi
yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel
oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi
biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
- Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk
bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas
tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen
supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang
disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial
lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater,
seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove
(10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan
Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi
juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar
tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio
frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis
kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi
medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan
gangguan visus yang progresif.
- Tumor Infratentorial
- Schwanoma akustikus
- Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan
dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal
dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin,
saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak.
- Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel
mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
- Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering
dijumpai dalam serebelum.
2.3 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat
ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang
dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
- Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weberyang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang
kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
- Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic
Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari
bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.
- Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu
radiasi.
- Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
- Substansi-substansi
karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
- Trauma Kepala
2.4 Manifestasi Klinis
Tumor Otak
- a. Nyeri
Kepala
Merupakan gejala awal pada
20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya
tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh
perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan
bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa
posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
- b. Perubahan
Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat
lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah
gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal.
Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
terjadinya somnolen hingga koma.
- c. Seizure
Adalah gejala utama dari
tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan
meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian
tumor pada lobus parietal dan temporal.
- d. Edema Papil
Gejala umum yang tidak
berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat
segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
- Muntah
Muntah sering
mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam
hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan
adanya massa intracranial.
- Vertigo
Pasien merasakan pusing
yang berputar dan mau jatuh.
2.5 Patofisiologi Tumor
Otak
Tumor otak menyebabkan
gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan
pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya
dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh
tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada
tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan
yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan
suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler
primer.
Serangan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan
perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor membentuk kista yang
juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis
fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya
massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang
kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum
seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan
sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi
sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid
menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan
intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah
satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena
itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial, volume
cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau
serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf
ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui
foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti
nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah bradicardi progresif,
hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Tumor Otak
- CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal
ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit
otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau
gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses
lainnya.
- Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang
akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
- Pemeriksaan cairan
serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak
yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan
proses-proses infeksi (abses cerebri).
- Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
- Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
- Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
2.7 Penatalaksanaan Tumor
Otak
Faktor –faktor Prognostik
sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
- Usia
- General Health
- Ukuran Tumor
- Lokasi Tumor
- Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya,
yaitu
a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
Steroid ® Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
Anticonvulsant ® Untuk
mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
Shunt ® Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada
tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi
efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi.
Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan
hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal.
Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi histopatologik,
sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna.
Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja
yang ada pada penderita.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses
keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi
pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi
terapi dengan kemoterapi dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive),
sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan
dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini
dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan
sehat yang terkena maka makin tinggi dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal
ini maka diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat
presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara
metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga digunakan
dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau
dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor
pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan
ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam
waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua
sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan
dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak.
2.8 Komplikasi Tumor Otak
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak
yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang
mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik)
atau intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial
yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat
di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat
massa.
c. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial
yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
d. Epilepsi
f. Metastase ketempat lain
2.9 Prognosis Tumor Otak
Meskipun diobati, hanya sekitar
25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang
lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker
biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50%
penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
- a. Penderita
yang berusia dibawah 45 tahun.
- b. Penderita
astrositoma anaplastik.
- c. Penderita
yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1
Data Demografi
Identitas pada klien yang
harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
3.1.2
Riwayat Sakit dan Kesehatan
- Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
- Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi
(parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
- Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
- Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor
kepala.
- Pengkajian
psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil
keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur
pembedahan, adanya perubahan peran.
3.1.3
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada
klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
- Pernafasan B1 (breath)
- Bentuk dada : normal
- Pola napas : tidak
teratur
- Suara napas : normal
- Sesak napas : ya
- Batuk : tidak
- Retraksi otot bantu napas ; ya
- Alat bantu pernapasan : ya (O2
2 lpm)
- Kardiovaskular B2 (blood)
- Irama jantung : irregular
- Nyeri dada : tidak
- Bunyi jantung ; normal
- Akral : hangat
- Nadi : Bradikardi
- Tekanana darah Meningkat
- Persyarafan B3 (brain)
- Penglihatan
(mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman atau diplopia.
- Pendengaran (telinga):
Terganggu bila mengenai lobus temporal
- Penciuman (hidung) :
Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
- Pengecapan
(lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
- Afasia
: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau
kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun
kombinasi dari keduanya.
- Ekstremitas
: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya
reflex tendon.
- GCS
: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah
pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien
terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan
dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya
yaitu :
a. Eye
(respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara
(suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri
(berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal
(respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara
mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja
(berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti
(mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor
(respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri
(menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar
/ menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal
(tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal
(tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
- Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersihan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normal
- Uretra : normal
- Produksi urin: normal
- Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : menurun
- Porsi makan : setengah
- Mulut : bersih
- Mukosa : lembap
- Muskuloskeletal/integument B6
(bone)
- Kemampuan pergerakan sendi :
bebas
- Kondisi tubuh: kelelahan
3.2 Diagnosa Keperawatan
- Nyeri berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
- Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
- Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan
tumor, edema serebri.
- Resiko cedera berhubungan
dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
- Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi.
- Resiko gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
- Gangguan persepsi sensori
visual berhubungan dengan aneurisma.
- Gangguan persepsi sensori
penghidu berhubungan dengan aneurisma.
- Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan leher.
3.3 Intervensi Keperawatan
-
1. Nyeri berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan
: Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang
dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan penurunan skala
nyeri. Skala = 2
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Klien tidak gelisah
Intervensi
Rasional
|
|
2. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.
Tujuan : Pola pernafasan kembali normal
Tujuan : Pola pernafasan kembali normal
Kriteria Hasil :
- Pola nafas efekif
- GDA normal
- Tidak terjadi sianosis
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
-
3. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan
: Perfusi jaringan membaik
ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria hasil :
- Tekanan perfusi serebral
>60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata
80-100mmHg
- Menunjukkan tingkat kesadaran
normal
- Orientasi pasien baik
- RR 16-20x/menit
- Nyeri kepala berkurang atau
tidak terjadi
Intervensi
|
Rasional
|
|
d. Merupakan tanda
peningkatan TIK
|
-
4. Resiko cedera
berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
Tujuan
: Diagnosa tidak menjadi
masalah aktual
Kriteria hasil :
- Pasien dapat
mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
- Pasien dapat menjelaskan metode
pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang berhubungan
dengan ortostatik.
- Pasien dapat melaksanakan
gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang tiba-tiba.
- Menjelaskan beberapa episode
vertigo atau pusing.
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
- Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi.
Tujuan
: Tidak mengalami kerusakan
komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan orang lain
dengan cara yang dapat di terima.
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat mengidentifikasi
pemahaman tentang masalah komunikasi.
- Pasien dapat membuat metode
komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
- Pasien dapat menggunakan
sumber-sumber dengan tepat
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
-
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuhberhubungan dengan efek kemoterapi dan
radioterapi.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil:
- Antropometri: berat badan tidak
turun (stabil)
- Biokimia: albumin normal dewasa
(3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus,
terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi
makannya dan nafsu makan bertambah
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: penurunan berat badan, tanda-tanda
anemia, tanda vital
2.
Monitor intake nutrisi pasien
3.
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
4.
Timbang berat badan 3 hari sekali
5.
Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
6.
Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik
|
|
7.
Diagnosa : Gangguan persepsi sensori visual
berhubungan dengan aneurisma
Tujuan
: Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih
parah
Kriteria Hasil:
Mempertahankan lapang
pandang tanpa kehilangan lebih lanjut
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
|
|
Lakukan tindakan
pembedahan pada tumor yang masih bersifat jinak (benigna).
|
|
8. Diagnosa: Gangguan
persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma
Tujuan: Mempertahankan
fungsi pembau dan mencegah kerusakan yang lebih parah
Kriteria Hasil:
Mempertahankan fungsi pembau
Intervensi
|
Rasional
|
Lakukan uji indra pembau
klien dengan memberi tester bau yang khas seperti kopi dan bawang
|
Mengetahui seberapa baik
kemampuan membau klien
Membantu pasien untuk
dapat menerima kondisi yang dialami
|
9. Diagnosa : Gangguan rasa
nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan leher
Tujuan : Memberikan
kenyamanan gerak leher pada klien
Kriteria Hasil :
- Klien dapat menggerakan leher
secara normal
- Klien dapat beraktifitas secara
normal
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otak manusia adalah
struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc atau sekitar 2%
dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron.
Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh
tubuh. Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan
organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari
seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001).
Tumor otak adalah
terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun
ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995:
1030). Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui, tetapi sekarang
telah diadakan penelitian mengenai herediter, sisa-sisa embrional, radiasi,
virus, substansi-substansi zat karsinogenik, trauma kepala. Penatalaksaan
pasien dengan tumor otak dapat dilakukan pembedahan, kemoterapi, dan
radioterapi.
4.2 Saran
- Perawat hendaknya mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak secara holistik
didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.
- Klien dan keluarganya hendaknya
ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta meningkatkan pengetahuan
tentang tumor otak yang dideritanya.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diace C dan Joann
C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorrane
M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol
2. Jakarta: EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros
Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto
0 komentar:
Posting Komentar