BAB I
PENDAHULUAN
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra pria berbentuk pipa yang menyerupai alat penyiram bunga.1
Pada striktur uretra terjadi
penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrotik pada
dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari
aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin
keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan
banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.2
Striktur uretra masih merupakan
masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu. Striktur uretra lebih
sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih
pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat
menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal
tersebut jarang terjadi.3
Striktur
uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan
oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan
jaringan lumen uretra mengecil.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Defenisi
Striktur uretra adalah berkurangnya
diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti
jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra
mengecil.
B. Anatomi
fisiologi uretra
Uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu
anterior dan posterior. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulan
uretra dan bulbulus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, letak
bebas di luar tubuh sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif
mudah. Uretra posterior terletak di posterior tulang pubis dianterior rectum,
terdapat spinker internus dan eksternus sehingga kalau memerlukan operasi atau
reparasi sulit. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan wanita
30 cih, sedangkan anak-anak 1 cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga lumen uretra
laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9 mm. Biomekanik striktur uretra. Dalam
ilmu fisika dikenal hukum Borke – Bar – Lussae : P x V : C.R
Keterangan rumus : P : Tekanan V :
Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal tahanan berbanding terbalik
dengan diameter, pada striktur uretra lumen uretra mengecil sehingga tekanan
naik. Apabila tahanan naik, maka untuk mempertahankan volume sesuai dengan
hukum Borle – Bar – Lussae tekanan harus naik. Jadi pada striktur uretra pada
waktu kencing, kencing harus menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2
macam aliran cair yaitu aliran streamline dan aliran turbulent. Aliran
streamline dengan kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan kecepatan
berbeda-beda. Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil
juga bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan
urine dari kandung kemih keluar tubuh.
C. Etiologi
Striktur uretra bisa terjadi secara
kongenital misalnya congenital meatus stenosis, klep uretra posterior. Striktur
uretra yang dapat terjadi akibat uretritis gonarhoika atau nogonarhoika, akibat
ruptura uretra anterior maupun posterior ratrogenik seperti uretra akibat
instrumentasi, pasangan kateter lama sehingga menyebabkan nekrosis tekanan di
daerah penoskrotal. Di RS DR Cipto Mangkusumo penyebab terbanyak adalah karena
ruptura uretra anterior maupun posterior.
D. Patologi
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi
dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih
kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan
berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada
striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi
trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul
sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel
buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu
urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul
residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana
setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal
residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat
b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana
terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu
urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal.
Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam
keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu
setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan
dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena
infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks,
maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal
dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan
pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar
buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari
buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak
diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel
disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.
E. Gejala
dan tanda
Gejala dari striktur uretra yang khas
adalah pancaran air seni kecil dan bercabang gejala yang lain iritasi dan
infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang-kadang dengan infiltrat,
abces dan fistel. Gejala lanjut adalah retensio urine.
F. Pemeriksaan
fisik
1. Anamnese
Untuk
mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab
striktur uretra.
2. Pemeriksaan
umum dan lokal
Untuk mengecek keadaan penderita juga
untuk merubah fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
3. Pemeriksaan
pembantu
Laboratorium Ureum, kreatinin, untuk
melihat faal ginjal. Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi.
Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi
untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari
pemeriksaan antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini
diharapkan di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga
ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan
terapi/operasi.
4. Uretroskopi
Pemeriksaan
dengan endoskopi untuk melihat secara adanya striktura. Uroflometri adalah
pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow
maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita
datang dengan retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan
cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya
striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses
dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat
uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio urine
atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan
trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis
tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan
triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. Uretroplasty
Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra dengan
panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur
uretra pasca uretromi sachse. Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur
uretra ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah
endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior
masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada
fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca tindakan Setelah penderita
dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan
kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup. Pada waktu
kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri kalau Q maksimal 10 dilakukan
bouginasi. Otis uretrotomie Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur
uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis.
Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau
dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke
dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan
perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP). Uretroplastik adalah
perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan melalui bawah abdominal,
perawatan pasien serupa dengan pasien setelah menjalani bedah urology.
Striktura uretra pada wanita Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan
laki-laki, etiologi striktur uretra pada wanita kadang-kadang kronis biasanya
diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan syndroma cystitis berulang yaitu
dysuria, frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie
aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilatasi
terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat
dilatasi kalau gagal dengan otisurethrotomie
G. Komplikasi
a. Infeksi
saluran kemih.
b. Gagal
ginjal.
c. Refluks
vesio uretra.
d. Retensi
urine.
BAB
III
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pada
asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu bentuk proses penyelesaian masalah yang dinamis
dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu
pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien. Teori dan konsep keperawatan
diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir yang meliputi
: Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Tindakan Evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian terhadap klien dengan
gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan
data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat,
dokter ataupun dari catatan medis.
Pengumpulan
data meliputi :
Biodata
klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
Biodata penanggung
jawab meliputi :
umur,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
Keluhan utama
Merupakan
keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti
biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi).
Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang
kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal
sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat
dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada
post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga
dilakukan pemasangan kateter tetap.
Sistem
pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung,
ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu
bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas
dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta
frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada
pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
Sistem
kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna
bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji
bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat
dihitung frekuensi denyut nadi.
Sistem
pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi,
bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini
untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem
genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada
daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk
mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria
bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta
bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta
bagaimana warna urine.
Sistem
muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah
derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota
gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak,
toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji
juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
Sistem integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan
kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban,
turgor, warna dan fungsi perabaan.
Sistem
neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah
fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
Pola aktivitas
sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien
yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan,
porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB
(Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang
keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci
rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku).
Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien
imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan
sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri,
peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan
anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien
dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep
diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap
adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku,
menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data
spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan
kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri
klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
2. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa
keperawatan pada pasien striktur uretra post op adalah sebagai berikut :
1. Gangguan
pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
2. Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
3. Resiko
volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih
diabsorbsi.
4. Resiko
infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
5. Inkontinen,
stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
6. Resiko
disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
7. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
3. Perencanaan
Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post
op cystostomi.
Tujuan
Tidak
terjadi gangguan pola eliminasi BAK
Intervensi
keperawatan
1) Pemantauan
output urine dan karateristik.
Rasional
: Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.
2) Mempertahankan
irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
Rasional
: Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
3) Mempertahankan
kepatenan dauer kateter dengan irigasi.
Rasional
: Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.
4) Mengusahakan
intake cairan (2500 – 3000).
Rasional
: Melancarkan aliran urine.
5) Setelah
kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK
Rasional
: Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post
op cystostomi.
Tujuan
Pasien
mengatakan perasaannya lebih nyaman.
Intervensi
keperawatan
1) Penyuluhan
kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional
: Mengurangi kemungkinan spasmus.
2) Pemantauan
pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala
dini spasmus kandung kemih.
Rasional
: Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa
diberikan.
3) Memberikan
obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).
Rasional
: Gejala menghilang.
4) Katakan
pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai
28 jam.
Rasional
: Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
Resiko volume cairan berlebihan berhubungan dengan
larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
Tujuan
Gejala
– gejala dini intoksikasi air secara dini dikenal.
Intervensi
keperawatan
1) Pemantauan
pasien mengenai gejala-gejala keracunan air dalam 24 jam pertama : bingung,
agitasi, kulit hangat, lembab, anoreksia, mual dan muntah. Rasional : Deteksi
dini kemungkinan pengobatan dini.
Resiko infeksi, hemoragi dengan pembedahan.
Tujuan
Tidak
terjadi infeksi, perdarahan minim.
Intervensi
keperawatan
1) Pemantauan
tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.
2) Pemantauan
warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.
Rasional
: Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke
3 setelah operasi.
3) Penyuluhan
kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional
: Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat
tekanan.
4) Mencegah
pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya
1 minggu.
Rasional
: Dapat menimbulkan perdarahan.
5) Mempertahankan
teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.
Rasional
: Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.
6) Mengusahakan
intake yang banyak.
Rasional
: Dapat menurunkan resiko infeksi.
Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan
pengangkatan kateter setelah bedah.
Tujuan
Pasien
dapat mengendalikan berkemih.
Intervensi
keperawatan
1) Pengkajian
terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.
Rasional
: Mendeteksi kontinen.
2) Katakan
kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional
: Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
3) Penyuluhan
latihan-latihan perineal.
Rasional
: Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.
Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan
penyakitnya (striktur).
Tujuan
Fungsi
seksual dapat dipertahankan.
Intervensi
keperawatan
1) Memberi
intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma
akan melalui lumen buatan..
Rasional
: Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.
2) Memberikan
informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti semula.
Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu). Mencegah hubungan
seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional
: Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi
seksual.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi
Tujuan
Pasien
menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat jalan.
Intervensi
keperawatan
1) Penyuluhan
kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional
: Dapat menimbulkan perdarahan.
2) Mencegah
mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif
sesuai kebutuhan.
Rasional
: Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan
untuk mengedan waktu BAB
3) Anjurkan
minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
Rasional
: Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi
penyumbatan.
4. Pelaksanaan
keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari
rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh
perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim
kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang
meliputi 3 hal : Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode
etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon
klien.
Mendokumentasikan/mengevaluasi
pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan : Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan
keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien
sendiri. Sumber-sumber dari instansi.
5. Evaluasi
keperawatan
Evaluasi adalah merupakan pengukuran
dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap
evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan post op striktur uretra yang dipasangi kateter
tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat
pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen
uretra akibat jaringan parut. Striktur uretra merujuk pada penyakit uretra
anterior, atau proses yang melibatkan jaringan parut pada jaringan korpus
spongiosum (spongiofibrosis). Striktur diawali dengan trauma pada lumen uretra
yang diikuti proses penyembuhan dan kontaksi bekas luka tersebut mengurangi
ukuran lumen uretra. Gangguan genital yang sering ditemui di praktek dokter
.Stenosis meatus adalah suatu kondisi yang diperoleh relatif umum terjadi di 9%
-10% dari laki-laki yang disirkumsisi.. Gangguan ini ditandai oleh pancaran
urin yang dibelokkan ke atas, sulit memulai kencing dan, disuria dangan
gangguan urgensi dan frekuensi berkembih yang meningkat.
Striktururetra yang disebabkan tindakan iatrogenik dapat dicegah,
khususnya pada pemasangan kateter. Guideline yang ada telah memberikan arahan
bagaimana mencegah striktur uretra dengan pendekatan dua faktor diatas.
Pencegahan dapat berupa dari yang paling mudah adalah mengingatkan tenaga medis
tentang pemasangan kateter sampai penggunaan kateter yang terbuat dari bahan
tertentu. Institusi dapat membuat peraturan dimana akan mengingatkan tenaga
medis bahwa kateter masih terpasang dan bila tidak diperlukan dapat dilepas.
Selain itu tenaga medis diingatkan untuk mengganti kateter yang telah terpasang
pada interval tertentu dan bila tenaga medis itu bukan dokter dapat
menggantinya tanpa persetujuan dokter. Pasien dengan resiko tinggi terjadi
infeksisebaiknyamenggunakankateter yang dilapisi silver.
B. SARAN
Tiada gading yang tak retak, demikian
pepatah begitu pula makalah ini tentu tidak luput dari berbagai kekurangan.
Oleh karena itu segala macam tegur dan sapa dari pembaca sangat di nanti dengan
tangan terbuka.
DAFTAR
PUATAKA
Doenges,
Marilynn E,(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, penerbit EGC. Jakarta.
Gallo,(1996)
Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II, penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Long
Barbara C,(1996),Perawatan Medikal Bedah Volume 3, Yayasan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran Bandung.
Mansjoer
Arief., dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Penerbit Media
Aeusculapius FKUI.
Media
Aesculaipius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,(2000) Kapita Selekta
Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2, Jakarta.
Nedia
Sylvia, dan Wilson, Lorraine M,(1995) Patofisiologi, buku 2, edisi 4, penerbit
EGC, Jakarta.
R.
Syamsuidajat, Wim de Jong,(1998) Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit
EGC, Jakarta.
Suddarth
& Brunner,(2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit
EGC.
Susanto
H. Fitri, (2000),Keperawatan Medikal Bedah, Widya Medika, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar